Indonesia telah mengeluarkan ketentuan akan diberlakukannya pajak karbon (carbon tax) dan telah diundangkan di dalam pasal 13 UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Ketentuan mengenai pajak karbon ini dibentuk demi mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia yaitu memiliki ketahanan iklim bagi lingkungan di masa yang akan datang serta emisi yang rendah yaitu dengan pengurangan gas emisi rumah kaca secara mandiri sebesar 29% hingga pada tahun 2030. Pajak karbon sendiri termasuk dikategorikan pajak pigovian yang dikenakan atas aktivitas yang menghasilkan eksternalitas negatif, dalam hal ini pemakaian bahan bakar karbon yang berdampak negatif bagi lingkungan.
Pemerintah memutuskan untuk melakukan penundaan penerapan pajak karbon yang sebelumnya direncanakan mulai berlaku 1 April 2022 menjadi 1 Juli 2022. Indonesia pun berencana untuk menerapkan skema cap and tax serta cap and trade. Cap and tax yaitu pajak akan dipungut apabila jumlah emisi yang dihasilkan sudah melebihi batas emisi yang telah ditetapkan. Terdapat skema cap and trade di mana bagi para industri yang menghasilkan emisi karbon di bawah cap tertentu dapat mendapatkan tambahan penghasilan karena izin emisinya dibeli oleh industri yang mengemisi lebih dari cap. Tentunya hal ini membuktikan bahwa penerapannya tidak akan menghambat industri dan perekonomian, melainkan memberikan dorongan untuk beralih ke energi terbarukan.
Pemerintah nantinya akan memberikan bantuan modal bagi bidang-bidang usaha yang mengembangkan energi terbarukan. Hal ini menimbulkan potensi yang sangat besar di Indonesia, salah satunya terkait dengan potensi pemanfaatan energi surya yang sangat besar mencapai 112.000 GWp. Hal ini tentu tak hanya membantu para pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya, melainkan juga memperbaiki perekonomian Indonesia yang lebih baik sebagai efek samping pajak karbon yang juga menuju Indonesia dengan ketahanan lingkungan yang lebih baik. Selain itu, sebagian pendapatannya dapat dialokasikan untuk penelitian dan pengembangan teknologi yang lebih ramah lingkungan dan kegiatan lainnya, seperti subsidi terkait dengan transportasi umum.
Pajak karbon juga diterapkan dengan skema pendapatan netral. Pendapatan dari pemajakan karbon nantinya dikembalikan kepada publik akan membuat perputaran perekonomian bagi Indonesia. Kebijakan terkait kompensasi pajak karbon dan alokasi pendapatan untuk bantuan bagi para usaha untuk menggunakan energi terbarukan akan menjadi penggerak perekonomian Indonesia. Tentunya, diperlukan lembaga tersendiri yang akan mengelola pendapatan tersebut agar tercapai efek bola salju yang baik demi menggerakkan perekonomian serta mewujudkan penurunan emisi di Indonesia.
Credits: Gloria, Agent of Artax