Dalam dunia bisnis, promosi menjadi salah satu kunci keberhasilan perusahaan untuk memasarkan produknya. Dalam melakukan promosi, perusahaan juga harus memiliki strategi agar menarik customer dan memiliki keunggulan khas dibandingkan pesaing yang lainnya. Melalui media promosi, perusahaan mampu untuk memperkenalkan, meng-influence, dan meningkatkan sasaran atas produk yang dijual.
Berdasarkan PMK 104/PMK.03/2009, biaya promosi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak untuk kegiatan memperkenalkan, mempromosikan, dan atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan. Dengan kata lain, biaya promosi bisa didefinisikan sebagai bentuk investasi yang dilakukan untuk memasarkan produk perusahaan. Dalam aspek perpajakan biaya promosi bisa menjadi pengurang penghasilan pajak (biaya fiskal). Namun hal tersebut tetap sesuai dengan ketentuan mengenai biaya apa saja yang bisa menjadi pengurang penghasilan bruto seperti yang tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M).
Tidak semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka mempromosikan atau mengenalkan produk mereka bisa langsung dikategorikan sebagai biaya promosi. Berikut adalah biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto berdasarkan PMK No 2/PMK.03/2010 Pasal 2 :
Berikut adalah beberapa contoh dari biaya promosi:
Selain itu PMK No.2/PMK.03/2010 juga menjelaskan bahwa terdapat 2 biaya promosi yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya tersebut adalah :
Dalam memenuhi kewajiban perpajakannya atas biaya promosi, wajib pajak harus memenuhi aspek formal. Aspek formal yang harus dipenuhi oleh wajib pajak agar biaya promosi bisa dijadikan pengurang penghasilan bruto adalah dengan membuat daftar nominatif yang dilampirkan dalam SPT tahunan Wajib Pajak. Hal tersebut tercantum dalam Surat Edaran DJP Nomor SE-9/PJ/2010.
Daftar nominatif sendiri didefinisikan sebagai rincian atas biaya yang harus dilengkapi oleh beberapa informasi tambahan yang sudah diatur dalam ketentuan perpajakan. Dalam PMK N0.2/PMK.03/2010 menyebutkan bahwa dalam daftar biaya nominatif setidaknya harus memuat beberapa informasi seperti nama, NPWP, alamat, tanggal, keterangan bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya dalam Rupiah, keterangan, besarnya PPh dan nomor bukti pemotongan.
Selain harus memenuhi aspek formal, wajib pajak juga harus memenuhi aspek material agar biaya promosi bisa menjadi pengurang penghasilan bruto. Aspek material tersebut adalah biaya yang dikeluarkan harus sesuai dan didukung dengan bukti yang valid dan kompeten. Dalam aturan perpajakan menjelaskan bahwa selain membuat daftar normatif penting juga bagi wajib pajak juga menyediakan data dan dokumen-dokumen penting terkait biaya promosi seperti bukti pengeluaran biaya beserta rinciannya.
Berdasarkan ketentuan pajak yang berlaku dapat disimpulkan bahwa apabila wajib pajak ingin biaya promosi bisa menjadi pengurang penghasilan bruto maka wajib pajak harus membuat daftar nominatif. Apabila tidak dibuatkan daftar nominatif, maka biaya promosi tersebut bersifat non-deductible expense atau tidak bisa dibiayakan. Selain itu Surat Edaran DJP Nomor SE-09/PJ/2010 menegaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar biaya promosi dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, yaitu :
Written by: Bethania Christ - Agent of Artax 2023
Artikel ini merupakan pandangan pribadi tim penulis dan tidak mencerminkan pendapat resmi perusahaan kami.
Di Artax, kami berdedikasi untuk menyediakan layanan konsultasi pajak yang tak tertandingi. Izinkan kami membantu Anda memperlancar sistem perpajakan Indonesia yang rumit dengan keahlian dan presisi.