Mixue adalah sebuah merek waralaba global yang menghadirkan minuman segar, termasuk
es krim, bubble tea, fruit tea, dan milkshake. Belakangan ini, Mixue telah menjadi topik
pembicaraan di kalangan warganet, terutama di Indonesia, karena agresifnya ekspansi
mereka membuka gerai-gerai baru di negara ini. Kehadiran Mixue yang begitu meluas di
Indonesia bahkan telah mengilhami sejumlah lelucon di media sosial. Sebagai contoh, ada
yang bercanda dengan mengatakan bahwa jika ada ruko kosong, mereka akan
mengubahnya menjadi outlet Mixue. Ada juga yang humoris menyebut Mixue sebagai
"Malaikat Pencatat Ruko Kosong."
Pajak adalah salah satu aspek yang tidak terhindarkan dalam dunia bisnis. Bagi perusahaan waralaba seperti Mixue, pajak memiliki peran yang khusus dan penting. Mixue adalah perusahaan asal Zhengzhou, Henan, Tiongkok, yang telah tumbuh pesat dengan bisnis es krim sajian lembut dan minuman teh di Indonesia. Dalam artikel ini, kami akan membahas bagaimana pajak franchise memengaruhi bisnis waralaba seperti Mixue, sambil menggali Undang-Undang yang mengaturnya di Indonesia.
Pajak franchise adalah pajak yang dikenakan pada pemilik waralaba atau franchisee berdasarkan hak mereka untuk menggunakan merek dagang, sistem, dan dukungan dari pemilik waralaba atau franchisor. Pajak ini adalah sumber pendapatan bagi pemerintah dan digunakan untuk pengembangan infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya.
Mixue, yang telah mengoperasikan ribuan gerai di Tiongkok dan beberapa negara lain, juga beroperasi dalam bisnis waralaba. Dalam konteks ini, Mixue memiliki kewajiban untuk membayar pajak franchise sesuai dengan regulasi di setiap negara tempat mereka beroperasi. Ini termasuk Indonesia, di mana Mixue telah mengalami pertumbuhan pesat.
Tarif PPh 23 untuk royalty adalah 15%. Artinya, jika Mixue Indonesia membayar royalty kepada Mixue Tiongkok, mereka akan dikenakan tarif PPh 23 sebesar 15% atas jumlah royalty yang dibayarkan. Ini merupakan pajak yang harus dilaporkan dan dibayarkan oleh Mixue Indonesia kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Indonesia.
PPh atas penghasilan karyawan Mixue Indonesia akan diatur oleh PPh 21 dengan tarif yang berlaku berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang PPh. Tarif PPh 21 bervariasi dari 5% hingga 30%, tergantung pada besarnya penghasilan karyawan.
PPh atas penghasilan dari sewa gedung Mixue Indonesia akan diatur oleh PPh 4 Ayat 2 dengan tarif final sebesar 10%. Jadi, jika Mixue Indonesia menyewa gedung untuk gerainya, mereka akan dikenakan tarif PPh 4 Ayat 2 sebesar 10% atas penghasilan sewa tersebut.
PPh atas laba usaha Mixue Indonesia akan bergantung pada omzet mereka. Jika omzet Mixue Indonesia kurang dari 4.8 miliar rupiah, tarif PPh final yang berlaku adalah 0.5%. Namun, jika omzetnya lebih dari 4.8 miliar rupiah, tarif PPh akan sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang PPh, yang berkisar antara 5% hingga 30% berdasarkan besarnya laba usaha.
Di Indonesia, regulasi yang mengatur bisnis waralaba termasuk dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan ("UU Perdagangan"). UU Perdagangan mengatur waralaba sebagai salah satu bentuk kegiatan perdagangan yang harus mematuhi ketentuan-ketentuan tertentu.
Pada tahun 2016, Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 42 Tahun 2016 tentang Perdagangan Waralaba yang mengatur lebih lanjut aspek-
aspek waralaba, termasuk hak dan kewajiban franchisor dan franchisee, persyaratan
pendaftaran, dan lainnya. PP ini juga mencakup ketentuan-ketentuan terkait pajak franchise.
Kepatuhan pajak adalah aspek kritis dalam operasi bisnis waralaba seperti Mixue. Perusahaan ini harus memahami dan mematuhi semua ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia. Ini termasuk perhitungan pajak, jangka waktu pembayaran, dan pelaporan yang akurat.
Selain itu, penting untuk mencatat bahwa dalam kasus penghasilan dari luar negeri, seperti royalty yang diterima dari Mixue Tiongkok, tarif PPh dapat disesuaikan berdasarkan perjanjian pajak antara Indonesia dan negara asal franchisor (Tiongkok), jika ada yang relevan. Ini adalah bagian penting dari pengelolaan pajak internasional dan penilaian risiko perpajakan.
Pajak franchise adalah komponen penting dalam bisnis waralaba seperti Mixue. Pemerintah mengenakan pajak ini sebagai sumber pendapatan, dan Mixue harus memahami dan mematuhi ketentuan pajak franchise yang berlaku di Indonesia. Hal ini mencakup pajak atas royalty, penghasilan karyawan, sewa gedung, dan laba usaha. Mixue juga harus memerhatikan aspek perpajakan internasional jika terkait dengan penghasilan dari luar negeri.
Mixue harus menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik untuk mematuhi hukum perpajakan Indonesia, menghindari sanksi perpajakan, dan menjaga reputasi mereka sebagai pemain yang taat pajak di pasar Indonesia. Oleh karena itu, mereka perlu bekerjasama dengan profesional pajak atau konsultan perpajakan yang berpengalaman untuk memastikan kepatuhan mereka terhadap regulasi perpajakan yang berlaku. Dengan pemahaman yang baik tentang pajak franchise, Mixue dapat menjaga stabilitas keuangan mereka dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia.
Written by: Ni Kadek Eva Ariani - Agent of Artax
Artikel ini merupakan pandangan pribadi tim penulis dan tidak mencerminkan pendapat resmi perusahaan kami.
At Artax, we're dedicated to providing unparalleled tax consultation services. Let us help you smoothen the complex Indonesian tax system with expertise and precision.